Wednesday 4 January 2023

Karya Terhebat Bihun yang Telah Mengubah Hidup Kami

Rasanya terlambat ya kalo baru ceritain sekarang tentang karya ini.

Tapi nggak apa-apa lah.

Aku sedang belajar menulis, karena tahun ini ingin membuat gebrakan dalam menulis.

Aku lagi ingin mencintai menulis seperti dahulu kali pertama aku berjumpa dengannya.

Proses menulis yang setiap hari harus, dirundung ketakutan dan kecemasan, membuat situasi tidak kondusif.

Kadang malah merasa tersiksa.

Akhirnya memang harus melegakan waktu untuk sekadar bercengkrama lagi dengan membaca dan menulis.

Bukan hanya karena menjadi pekerjaan dan kebutuhan, nampaknya menjadi cinta dalam hidupku.

Cinta memang tak hanya rasa tunggal, kadang di saat tertentu bisa jadi benci juga kan?

Tapi masih cinta.

Ya kayak aku ke Bihun lah.

Walaupun dia menyebalkan, suka bikin marah, suka bikin ngamuk, suka bikin nangis, tapi aku masih cinta dan bertahan.

Tuh kan, ngelantur, ngomong ngalor ngidul lagi nggak jelas.

Nah, karya ini menjadi karya monumental tahun lalu yang berhasil mengubah hidup kami.

Bihun menjadi pemenang pertama dan pemenang favorit di kompetisi Djarum berjudul Dare To Be The Next Super Star Season 2.

Setahun sebelumnya, tahun 2021 di Dare To Be The Next Super Star Season 1, dia mendapat kesempatan lolos 5 besar finalis.

Tapi dia melepaskan kesempatan itu karena jadwal yang berbarengan dengan agenda pamungkas Desa Sejahtera Astra, Program CSR Astra yang mengontraknya 2 tahun sebagai Community Engagement Expert (kalo salah tulis, maaf ya, soalnya nggak mudeng soal ini. Nanti aku cek lagi karena sekarang lagi nggak sama Bihun).

Dia melepaskan kesempatan hadiah juara pertama Rp 45 juta.

Aku nonton waktu DTBTNSS 1 dan aku bilang, harusnya Bihun bisa unggul dan juara.

Aku percaya kok sama kemampuan suamiku.

Dia hebat dan berbakat.

Dia melepas Season 1, lalu ketika Season 2 dibuka, dia submit karya di last minute.

Aku sempat nggak berharap banyak, tapi ya minta supaya semua kesempatan diikuti aja.

Aku bahkan bercanda dan menjanjikan kalo dia menang aku bakal memberi dia hadiah menyenangkan setiap pekan.

Hahaha...

Alhamdulillah, Bihun lolos sebagai 10 besar finalis DTBTNSS Season 2.

Berangkat ke Jakarta beberapa hari.

Kami menemaninya mengurus keperluan dia berangkat ke Jakarta karena harus Swab Antigen.

Waktu dia berangkat, aku mulai nggak enak badan.

Bihun selalu protes, "Mesti gitu, kalo mau ditinggal kerja mesti sakit."

Aku nggak kalah protes, "Dih, siapa juga yang minta sakit. Aku nggak minta kok. Sakit dateng sendiri, emang lagi kecapekan dan cuaca buruk."

Nah, di momen final Bihun, aku sakit sampe hampir pingsan di jalan.

Aku kuat-kuatkan karena sudah terlanjur janji sama narasumber untuk meliput acaranya.

Tapi tengah hari karena entah kepanasan atau kelelahan gendong balita yang sudah bukan bayi, aku tumbang.

Aku ke klinik untuk berobat dan meminta surat izin sakit.

Aku nggak kuat.

Tapi di tengah ketidakberdayaanku, aku masih ingin melihat suamiku berlaga.

Lucunya, di laga itu Bihun ketemu sama mantanku.

Bihun sempet nggasaki, tapi aku mah nggak peduli-peduli amat.

Wkwkwk...

Ya ngapain, hendak kurespon apa?

Aku melihat satu per satu penampil dan Bihun tampil di nomor 7 atau 8, aku lupa.

Pokoknya nomor pertengahan menjelang akhir.

Dia menampilkan karya ini.

Aku lupa judul karyanya.

Aku menyimak satu per satu penampilan finalis lain, melihat karakter gambar, presentasi, menyimak komentar juri.

Aku mengamati dan mengambil hal yang baik dan nasehat yang jauh dari keilmuan atau hal yang kukuasai.

Aku juga berharap-harap cemas dan tegang, takut ada yang lebih baik dari Bihun.

Tapi aku percaya dia ada di level terbaik dan penuh semangatnya.

Aku yakin dia menang.

Hingga tiba akhirnya pengumuman dan dia dinyatakan sebagai juara 1 dan juara favorit.

Dia mendapatkan hadiah yang saat itu angka yang tak pernah terbayangkan akan ada di rekening kami.

Dia pulang dengan kebanggaan dan kemenangan.

Aku senang bukan kepalang.

Tapi ternyata yang mengubah tak hanya di sini, tapi di tahap selanjutnya juga ternyata terjadi banyak hal baik yang membersamai.

Diajak berpartisipasi dalam beragam kesempatan bersama brand besar.

Bertemu banyak orang besar, saling mengenal, berjalan, dan tentu saja cita-cita kami yang sempat kandas mewujud semakin baik.

Bahkan lebih dari apa yang kami harapkan.

Beberapa hal tidak menyenangkan terjadi, tapi kami hadapi dan bisa lampaui.

Karya ini menjadi monumen penting dalam kehidupan keluarga kami.

Bahwa cita-cita tak hanya tentang asa, tapi juga usaha.

Kalau tadi aku bilang ada mantanku yang berkompetisi bareng Bihun.

Aku pernah bilang ke Bihun, mantanku memiliki bakat alami yang sudah hebat untuk orang sepertinya.

Dari bapak petani dan ibu pedagang cabai di pasar, rumah di kampung, tapi memiliki bakat menggambar yang telah tercium sejak usia belia.

Tapi karena dia terlalu meyakini bakat yang dimiliki sudah cukup untuk menghidupi, tanpa ada usaha untuk mengembangkan diri, entah belajar atau mencari pengalaman dan berkenalan.

Ketika hanya sibuk dengan pikirannya sendiri, tak ingin mengenal dunia di luar tempurungnya, ya sudah, dunia juga tak ingin mengenalmu.

Aku memang memuji mantanku di depan Bihun, tapi bukan untuk menjatuhkan Bihun.

Tapi aku perlihatkan keadaan di mana bakat alam saja tak cukup.

Orang harus menjaring banyak hal untuk bisa menempa kemampuan.

Jangan berpuas diri dengan keadaan saat ini dan merasa sudah cukup.

Bakat saja tak akan membuat seseorang ke mana-mana, tapi juga usaha untuk terus menjadi pemenang.

Di momen kemenangan Bihun, aku juga sadar bahwa dukungan keluarga dan semangat diri jadi bagian penting.

Aku mendukung Bihun tak hanya untuk menjalankan apa yang dia suka.

Aku menjadi mulut pedas pertama yang mengkritik karyanya, cara kerjanya, caranya berkomunikasi dengan klien.

Aku ingin ia tetap ada di rel yang tepat dan bukan menjadi orang yang seenake dewe.

Keberuntungan datang ketika kesempatan bertemu dengan persiapan.

Aku selalu mengingatkan Bihun untuk bersiap bila di masa depan ada kesempatan yang menghampirinya.

Aku juga seribu kali selalu mengingatkan dia agar selalu mengontrol egonya.

Bukan karena aku ingin mematikan jiwa senimannya.

Aku hanya tak ingin dia salah menempatkan sosok 

Beberapa kali dia salah menempatkan sosok.

Belajar dari orang-orang, menjadi seniman bukan dengan jiwa sombong merasa lebih baik.

Justru menjadi seniman harus orang yang memiliki kerendahan hati dan kesadaran untuk terus belajar dan menjadi lebih baik.

Oh iya, sebelumnya Bihun sempat mengajukan kerja kantoran dengan gaji pertama waktu itu Rp 3,5 juta, dan akan naik setelah 6 bulan.

Aku menolak permintaannya.

Aku memaksanya untuk tetap di jalan seniman.

Bukan hanya kau percaya akan bakatnya, aku memaksanya konsekuen dengan pilihan yang ia ambil.

Menjadi seniman merupakan pilihan yang ajukan saat mengencaniku dan mengajakku menikah.

Dia harus tahu bahwa pekerjaan yang dipilih bukanlah pekerjaan yang bisa bangun siang dan tak perlu merasakan penatnya lalu lintas kota.

Pekerjaannya menuntut komitmen 24/7 harus selalu siap ditambah harus menyelesaikan deadline tanpa peduli sakit, bencana alam, atau apapun itu.

Apalagi pekerjaannya bukan digaji, tapi ia menggaji diri sendiri.

Tentu mental yang ia miliki harus berbeda denganku yang digaji.

Aku memang sedang menghukum Bihun atas pilihannya, agar di masa depan ia tak menyalahkan keadaan atau pilihan yang ia ambil.

Nanti kita akan bicara tentang pengaruh orang tua dan keluarga dalam membentuk mental anak hingga dewasa.

Semoga aku inget ya.

Nah, komitmen itu yang selama beberapa tahun lalu tak ia miliki.

Ia masih merasa sebagai seniman yang memiliki pesona untuk menarik klien, bukan ia yang mencari dan memperkenalkan pada orang yang berpotensi sebagai klien atau kolektor karyanya.

Sekarang ia sudah berubah, sudah lebih adaptatif.

Aku bersyukur.

Nggak bisa memang sekaligus sesuai dengan keinginanku.

Harus perlahan, satu per satu, sedikit demi sedikit untuk bisa masuk ke dalam pikiran orang.

Tapi apapun itu, aku ingin mencapai target hidup sesuai dengan apa yang kami idamkan.

Kami sadar harus berusaha menggunakan kaki sendiri untuk mendapatkan kenyamanan yang kami inginkan.

Nggak bisa mengandalkan kaki atau bahu orang lain.

Karena emang nggak ada.

Hahahaha...


Semarang, 4 Januari 2023

Aku ingin bercerita

Dengarkan saja

Tak usah kau sela


Tuesday 3 January 2023

Investasi Paling Tepat di Usia Produktif Menurutku, Terlebih Setelah Nonton Konser 30 Tahun L'arc en Ciel

Beberapa hari lalu aku sengaja menonton konser 30 tahun L'arc en Ciel.

Band asal Jepang itu lho.

Berawal dari melihat postingan story teman dari cuplikan konser Laruku (orang-orang menyebutnya demikian), aku kemudian pengen nonton video konser Laruku di Youtube.

Seltelah aku cari-cari, sepertinya video konser dibanned karena melanggar hak cipta.

Yaudah lah ya, memang seharusnya begitu cara menghargai kreator.

Kita juga kalo bikin karya dibajak, ada orang mendapatkan rupiah dari jerih payah kita, pasti gak ikhlas kan?

Anyway, aku cari-cari dan nemu konser 30 tahun Laruku di Primevideo.

Kebetulan punya akun Amazon, jadilah nonton di masa trial Primevideo 7 hari.

Mayan lah ya, dapet gretongan, Cint.

Duh, hepi banget beneran nonton Laruku.

Ngeliat Hyde-san yang masih energik di usia 53 tahun tuh sesuatu banget kan ya.

Sementara melihat orang tuaku yang udah keliatan sepuh banget di usia yang nggak terlalu jauh.

Hyde kelahiran 1969, Papaku kelahiran 1965, Mamaku kelahiran 1973.

Tapi rasanya Hyde masih kayak orang umur 40an tapi dengan keriput leher sih.

Hehehe...

Melihat Hyde yang masih penuh semangat, menghibur orang lain di usia yang tak lagi muda, aku membayangkan dia sendiri pernah bosan mungkin.

Membawakan lagu yang sama selama puluhan tahun di setiap panggung.

Memikirkan persiapan dan selalu menghibur orang lain di saat mungkin dia sendiri sedang kelelahan 

Lalu aku melihat suamiku, si Bihun itu, di umurnya yang baru 32 tahun.

Dia sedang ranum-ranumnya, sedang mengunduh buah perjuangannya.

Aku merasa harus bisa memaksimalkan potensinya, karena inilah doaku selama ini.

Entah kenapa aku sama sekali nggak tertarik dengan semangat pensiun usia tua para anak muda.

Aku justru punya semangat untuk terus berkarya dan melakukan sesuatu di usiaku.

Ya emang sih sering sambat dan mengeluhkan banyak hal, tapi aku beneran pengen terus bisa berkarya.

Mungkin di umur muda memang harus kerja untuk diri sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, nanti di umur tua baru beneran berkarya sesuai passion.

Artinya, di umur muda harus perbanyak pengalaman, belajar, melakukan kesalahan, melakukan kegagalan.

Kupikir, apa sih yang disesali dan dirugikan dari melakukan kesalahan?

Banyak orang menghindari melakukan kesalahan, takut mencoba, sampe akhirnya nggak mau belajar.

Maunya sekali melakukan langsung sukses dan hebat, jadi wah.

Padahal sebagai manusia biasa, pasti nggak setiap pilihan selalu sesuai yang diinginkan.

Ada kalanya pilihan yang diambil harus berbuah hal buruk.

Tapi apa sih yang bisa dilakukan?

Menyesali?

Nggak pengen belajar?

Nggak pengen berusaha?

Kupikir, aku sangat kenyang dengan kesalahan dan kebodohanku di masa muda.

Aku puas berinvestasi pengalaman, mulai dari hal yang menyenangkan dan menggembirakan, sampe hal yang menyakitkan dan melukai.

Ketika kutatap diriku sekarang di depan cermin dan aku mengenang semua kebodohan itu, aku puas.

Karena sekarang hidupku sudah sepenuhnya kubaktikan untuk keluargaku.

Aku nyaris menghabiskan 24 jam untuk keluarga, mulai dari bekerja, anak, pekerjaan rumah, suami.

Apa lagi?

Aku masih main, nongkrong, dolan, tapi hanya beberapa jam dari ribuan jam yang kupersembahkan untuk keluarga.

Aku merasa nggak kehilangan masa mudaku atau hidupku terkekang setelah menikah.

Karena menurutku, ketika berkomitmen dengan pernikahan, memang sebuah pengabdian seumur hidup.

Tapi dalam pernikahan tentu ada kesepakatan.

Itu hal lain yang lain kali akan kita obrolkan di lain kesempatan.

Nah, balik lagi (emang suka nyasar-nyasar kalo ngobrol nih, ke mana-mana nggak) soal produktif di usia tua.

Aku melihat sendiri bagaimana postpower syndrome orang tua di usia pensiun.

Mereka bingung ketika anak-anak sudah dewasa dan mandiri, dan bisa menentukan pilihan sendiri.

Orang tua masih intervensi, dan merasa anak sudah tidak membutuhkan.

Melihat hal itu, aku merasa sebagai anak yang tengah menyandang peran sebagai orang tua juga, aku tak ingin masa tuaku demikian.

Aku melihat bahwa usia tua bukannya pensiun atau tidak melakukan apapun.

Pensiun yang artinya beristirahat dan merasa bekerja sebagai beban.

Sampai detik ini aku masih merasa bekerja sebagai kebahagiaan.

Ya nggak bekerjanya aja sih, tapi juga gajian tiap bulan kan pasti bikin hepi kan ya?

Hahaha...

Tapi aku juga pengen produktif, pengen berkarya, pengin dikenang.

Kalo ada peribahasa, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama."

Bagaimana bisa meninggalkan nama, kalau tidak pernah membuat karya.

Aku juga mulai menyadari, untuk terus berkarya, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dan wawasan.

Pengalaman dari mencoba hal baru, mempelajari hal baru yang berbeda, bahkan hal yang dulu dihindari.

Kalo kata Adriano Qalbi, "Orang yang menjilat ludah sendiri adalah orang yang mau berubah dan berkembang."

Dulu aku nggak mau menikah, takut punya anak.

Nah nyatanya sekarang aku jadi Nyonya Arief Hadinata dan Bunda Aksara Abiyarsa.

Nah kan, nah kan, nah kan, melenceng lagi.

Ya intinya investasi paling tepat di usia produktif ialah menambah pengalaman, kenalan atau relasi, dan menambah perbanyak wawasan.

Supaya saat tua memiliki bekal untuk berefleksi dan lebih bijak.

Orang tua yang bijaksana kuyakin di masa mudanya sudah merasakan seribu derita.

Sebenarnya, hidup hanya menyatukan cerita-cerita kan?

Semoga aku masih diberi kekuatan dan kesabaran untuk terus belajar, mencari pengalaman, kenalan, dan menambah wawasan.

Lifelong learning.


Semarang, 3 Januari 2023

Untukmu cinta, aku mengabdikan segenap usia

Bukan hanya untuk akhir bahagia, tapi bersama menatap asa dan mewujudkan cita-cita.


Monday 2 January 2023

Empat Alasanku Benci Sakit, Tapi Kadang Fisik Memang Perlu Istirahat dan Mengeluarkan Racun Melalui Sakit

Seperti biasa, sebelum tidur aku menyetel agenda hari ini.

Kebetulan hari ini, Senin (2/1/2022) hari pertama masuk kerja dan masuk sekolah.

Sudah sepekan ini tenggorokanku kering dan gatal.

Sebagai pelanggan tetap sakit radang tenggorokan, rasanya tanda-tanda paling familiar untuk penyakitku ya biasanya mata pedas dan berair plus hidung gatal.

Baru kemudian disusul demam dan pilek.

Baru kali ini langsung menyerang tenggorokan dan batuk.

Kubeli obat batuk, tapi batuk tak kunjung reda dan hari ini mulai menggigil.

Aku nggak mau sakit karena pertama, aku nggak suka ke klinik dan antri.

Sumpah, aku pernah mau periksa, udah lemes, mau pingsan rasanya, naik motor bawa anak masih bayi.

Sampai klinik, aku harus antre hampir 3 jam.

Sialnya, waktu itu area klinik belum seramai sekarang.

Masih bingung harus ngapain atau kemana nunggu antrean panjang.

Kalau sekarang kan enak, antre panjang bisa ke depan ada ayam goreng dan es krim.

Indomaret sebelah sih udah lama, cuma kan waktu itu ngapain ke Indomaret, sini juga udah tele-tele nyaris pingsan.

Alasan pertama antri, alasan kedua aku selalu tersiksa kalo meminum obat bentuk kapsul, tablet, pil.

Aku paling cocok obat sirup aja deh ya.

Soalnya praktis bener.

Tinggi sendokin, malah kadang kokop dari botol.

Kalo obat kapsul, tablet, pil, aku harus sedia pisang, roti, bahkan nasi untuk bisa masuk.

Itu juga kalo ketelen sambil kayak mau muntah dan mata berkaca-kaca.

Belum lagi minum obat harus terjadwal dan sampe habis.

Iiizzz....

Menyiksa sekali ya selama beberapa hari menelan beberapa obat.

Alasan ketigaku malas sakit tentu karena aku tak bisa beraktivitas leluasa.

Pekerjaan kantor okelah, bisa izin sakit atau cuti.

Tapi pekerjaan rumah kadang nggak bisa diajak santai.

Tetap harus dikerjakan.

Pernah berantem sama Bihun gegara aku tepar dan sakit, dia bilang aku aleman, manja karena cuma di kasur aja, nanti nggak sembuh-sembuh.

Kesel bener lagi sakit digituin.

Untungnya beberapa kali sakit masuknya ringan, berkutat di radang tenggorokan dan tipes dan alhamdulillah nggak pernah opname.

Pernah kena DB, tapi jadi sembuh karena nularin Aksara.

Nah, soal nularin ini jadi alasan keempat karena sekarang kesibukan kami udah ektra.

Arsa sekolah, Bihun kerja luar kota.

Kalo aku sakit dan nularin ke Bihun atau Arsa, kerjaan dan sekolah bakal berantakan.

Soalnya pernah kejadian, sakit radang, saling menularkan, sebulan nggak kelar-kelar sakitnya.

Arsa yang harusnya di sekolah, jadi cuma di rumah aja nyaris sebulan.

Aku capek kerja, ngurus anak juga, mana Bihun beberapa kali ada kerjaan di luar kota.

Apalagi waktu itu masih sekolah masih paranoid untuk mengizinkan anak masuk sekolah kalau batuk dan pilek.

Anak yang masuk sekolah harus dalam kondisi fit, kalo sakit diperkenankan belajar dari rumah.

Supaya nggak menulari teman yang lain.

Akhirnya hari ini putuskan ke dokter, menghadapi segala tantangannya.

Ke klinik setelah anter Aksara sekolah yang ternyata sekolahnya masuk besok Selasa (3/1/2023), itupun dalam jaringan (daring).

Masuk sekolah tatap muka baru Rabu (4/1/2023).

Hikz T_T mana udah bangunin pagi dan buru-buru berangkat, ternyata sekolahnya baru Rabu besok.

Kebetulan Selasa jatahku libur, jadi aku bisa beristirahat 2 hari, lumayan lah.

Karena sakit kali ini batuk, lebih gak nyaman ketika ketemu orang.

Pascapandemi, orang jadi paranoid sama batuk.

Yaudah lah ya, doakan aku lekas sembuh dan kembali beraktivitas seperti sedia kala.

Hehehe...

Semarang, 2 Januari 2023

Yang membahagiakan dari mencintaimu ialah merindukanmu

Selalu ada buncahan bahagia dalam dada ketika bertemu



Sunday 1 January 2023

Halo 2023

Halo 2023.
Selamat datang tahun yang baru.

Aku tak merayakan kehadiranmu, tapi aku menyambut optimis tahun ini.
Karena kami, saya, Arief Hadinata, dan Aksara Abiyarsa memiliki segudang cita-cita yang ingin terlaksana dalam 364 hari ke depan.
Pada 2022 kami belajar, membuat rencana itu perlu.
Tapi belajar untuk introspeksi dan evaluasi bila rencana tak tereksekusi sesuai ekspektasi juga perlu.
Ada yang datang, ada yang pergi.
Ada yang baru, ada yang lama.
Ada perjumpaan, ada perpisahan.
Menyadari pada usia 31 tahun, aku kadang masih kekanak-kanakan.
Di tahun ini aku ditempa untuk berpikir, "Oke, apa yang harus kita lakukan?"
Belajar menerima keadaan dan mencari solusi atas permasalahan.
Masih sering mengeluarkan amarah yang meledak-ledak, tapi juga sering tetiba nangis sambil naik motor hanya padahal situasi sedang baik-baik saja.
Tak peduli tahun berganti, bulan berganti, hari berganti, tanggal berganti, doaku masih sama.

Semarang, 1 Januari 2023
Perlu disadari pergi bukan untuk kembali, apalagi untuk kembali merangkai mimpi.
Jangan hidup dalam ilusi, lama-lama gila dibuai mimpi sendiri.

Cerita Amanda

Suka Duka Nikahin Seniman, Tak Punya Gaji Bulanan dan Diragukan Kalau Mengajukan Cicilan

Nggak pernah kepikiran bakalan menikah sama seniman, meskipun sejak jaman sekolah banyak macarin anak Seni Rupa. Hahaha… Ngomong nggak mau k...