Thursday 5 May 2016

WANITA 1001 MALAM

Instalasi di Pameran Line Mark karya Arief Hadianata yang ditampilkan di Nima Art Space, Banaran, Sekarang, Gunungpati, Kota Semarang pada 27 Januari 2018.

Ialah wanitaku. Yang selalu menjemputku dengan senyuman ketika aku menginjakkan kaki di kediamannya. Ia telah menyiapkan menu makanan yang sebelumnya sudah ia tanyakan masakan apa yang tengah kuinginkan. Aku selalu menjawab, sediakan saja sambal terasi, pete, dan kerupuk. Kadang ia menambahkan sayur lodeh atau sayur asan dan tempe, tahu, dan ikan asin sebagai kawan menu favoritku. Menu ini tak akan usang, sekalipun hari menjelang berganti, tetap terasa nikmat.
Ia menyediakan seember air hangat untukku mandi dengan memasak air panas dari panci besar. Ia selalu menawarkan diri untuk menggosok punggungku saat mandi dan memberi pijatan saat aku mengeluh letih. Menjelang tidur, ia menawarkan kecupan dan keluguan ketika ia mempersembahkan dirinya untukku. Seletih apapun hariku, ia selalu berhasil membuatku berjuang hingga fajar menjelang.
Setelah berpeluh dan melenguh, kami terbaring bersama di ranjang. Ia suka tidur di dadaku, memainkan jemarinya di dada dan perutku sambil bercerita banyak hal mengenai kesehariannya, mengenai pemikirannya, mengenai pendapatnya, mengenai banyak hal yang ia ketahui. Aku menyimak dan sesekali merespon ketika ia bertanya padaku walaupun pada beberapa kesempatan aku tertidur. Sempat aku khawatir ia akan marah, namun ia pernah berbisik, "Aku adalah sutradara, penulis skenario, dan aktris sekaligus pemeran utama. Kau adalah aktor dan tokoh protagonis pada cerita ini. Kita akan berakting untuk cerita 1001 malam. Selama 1001 malam, aku akan terus bercerita untukmu. Ini malam kita yang ke-47, masih ada 954 malam lagi. Hingga waktu itu tiba, aku akan terus bercerita untukmu. Akan kubuai kau dengan tragedi dan komedi. Akan kuceritakan tentang skandal para penghuni khayangan, dosa orang-orang beriman, hingga rahasia para utusan Tuhan. Kita nikmati saja dulu perjalanan menuju 1001 malam kita, sambil kusiapkan akhir cerita yang cocok untuk kita."
Saat matahari sudah seperempat muncul, ia sudah menyiapkan sarapan. Segelas jus jeruk, setangkup roti isi smoke beef dan keju, segelas air putih, dan kadang ia menggodaku dengan memamerkan aroma tubuhnya yang berbalut melati dan kenanga dan memintaku untuk memberi kecupan di tengkuknya. Kali ini aku menolak. Aku mengatakan harus segera berangkat karena aku harus menguji tesis milik kawannya.

Cerita Amanda

Suka Duka Nikahin Seniman, Tak Punya Gaji Bulanan dan Diragukan Kalau Mengajukan Cicilan

Nggak pernah kepikiran bakalan menikah sama seniman, meskipun sejak jaman sekolah banyak macarin anak Seni Rupa. Hahaha… Ngomong nggak mau k...