Tuesday 3 January 2023

Investasi Paling Tepat di Usia Produktif Menurutku, Terlebih Setelah Nonton Konser 30 Tahun L'arc en Ciel

Beberapa hari lalu aku sengaja menonton konser 30 tahun L'arc en Ciel.

Band asal Jepang itu lho.

Berawal dari melihat postingan story teman dari cuplikan konser Laruku (orang-orang menyebutnya demikian), aku kemudian pengen nonton video konser Laruku di Youtube.

Seltelah aku cari-cari, sepertinya video konser dibanned karena melanggar hak cipta.

Yaudah lah ya, memang seharusnya begitu cara menghargai kreator.

Kita juga kalo bikin karya dibajak, ada orang mendapatkan rupiah dari jerih payah kita, pasti gak ikhlas kan?

Anyway, aku cari-cari dan nemu konser 30 tahun Laruku di Primevideo.

Kebetulan punya akun Amazon, jadilah nonton di masa trial Primevideo 7 hari.

Mayan lah ya, dapet gretongan, Cint.

Duh, hepi banget beneran nonton Laruku.

Ngeliat Hyde-san yang masih energik di usia 53 tahun tuh sesuatu banget kan ya.

Sementara melihat orang tuaku yang udah keliatan sepuh banget di usia yang nggak terlalu jauh.

Hyde kelahiran 1969, Papaku kelahiran 1965, Mamaku kelahiran 1973.

Tapi rasanya Hyde masih kayak orang umur 40an tapi dengan keriput leher sih.

Hehehe...

Melihat Hyde yang masih penuh semangat, menghibur orang lain di usia yang tak lagi muda, aku membayangkan dia sendiri pernah bosan mungkin.

Membawakan lagu yang sama selama puluhan tahun di setiap panggung.

Memikirkan persiapan dan selalu menghibur orang lain di saat mungkin dia sendiri sedang kelelahan 

Lalu aku melihat suamiku, si Bihun itu, di umurnya yang baru 32 tahun.

Dia sedang ranum-ranumnya, sedang mengunduh buah perjuangannya.

Aku merasa harus bisa memaksimalkan potensinya, karena inilah doaku selama ini.

Entah kenapa aku sama sekali nggak tertarik dengan semangat pensiun usia tua para anak muda.

Aku justru punya semangat untuk terus berkarya dan melakukan sesuatu di usiaku.

Ya emang sih sering sambat dan mengeluhkan banyak hal, tapi aku beneran pengen terus bisa berkarya.

Mungkin di umur muda memang harus kerja untuk diri sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, nanti di umur tua baru beneran berkarya sesuai passion.

Artinya, di umur muda harus perbanyak pengalaman, belajar, melakukan kesalahan, melakukan kegagalan.

Kupikir, apa sih yang disesali dan dirugikan dari melakukan kesalahan?

Banyak orang menghindari melakukan kesalahan, takut mencoba, sampe akhirnya nggak mau belajar.

Maunya sekali melakukan langsung sukses dan hebat, jadi wah.

Padahal sebagai manusia biasa, pasti nggak setiap pilihan selalu sesuai yang diinginkan.

Ada kalanya pilihan yang diambil harus berbuah hal buruk.

Tapi apa sih yang bisa dilakukan?

Menyesali?

Nggak pengen belajar?

Nggak pengen berusaha?

Kupikir, aku sangat kenyang dengan kesalahan dan kebodohanku di masa muda.

Aku puas berinvestasi pengalaman, mulai dari hal yang menyenangkan dan menggembirakan, sampe hal yang menyakitkan dan melukai.

Ketika kutatap diriku sekarang di depan cermin dan aku mengenang semua kebodohan itu, aku puas.

Karena sekarang hidupku sudah sepenuhnya kubaktikan untuk keluargaku.

Aku nyaris menghabiskan 24 jam untuk keluarga, mulai dari bekerja, anak, pekerjaan rumah, suami.

Apa lagi?

Aku masih main, nongkrong, dolan, tapi hanya beberapa jam dari ribuan jam yang kupersembahkan untuk keluarga.

Aku merasa nggak kehilangan masa mudaku atau hidupku terkekang setelah menikah.

Karena menurutku, ketika berkomitmen dengan pernikahan, memang sebuah pengabdian seumur hidup.

Tapi dalam pernikahan tentu ada kesepakatan.

Itu hal lain yang lain kali akan kita obrolkan di lain kesempatan.

Nah, balik lagi (emang suka nyasar-nyasar kalo ngobrol nih, ke mana-mana nggak) soal produktif di usia tua.

Aku melihat sendiri bagaimana postpower syndrome orang tua di usia pensiun.

Mereka bingung ketika anak-anak sudah dewasa dan mandiri, dan bisa menentukan pilihan sendiri.

Orang tua masih intervensi, dan merasa anak sudah tidak membutuhkan.

Melihat hal itu, aku merasa sebagai anak yang tengah menyandang peran sebagai orang tua juga, aku tak ingin masa tuaku demikian.

Aku melihat bahwa usia tua bukannya pensiun atau tidak melakukan apapun.

Pensiun yang artinya beristirahat dan merasa bekerja sebagai beban.

Sampai detik ini aku masih merasa bekerja sebagai kebahagiaan.

Ya nggak bekerjanya aja sih, tapi juga gajian tiap bulan kan pasti bikin hepi kan ya?

Hahaha...

Tapi aku juga pengen produktif, pengen berkarya, pengin dikenang.

Kalo ada peribahasa, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama."

Bagaimana bisa meninggalkan nama, kalau tidak pernah membuat karya.

Aku juga mulai menyadari, untuk terus berkarya, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dan wawasan.

Pengalaman dari mencoba hal baru, mempelajari hal baru yang berbeda, bahkan hal yang dulu dihindari.

Kalo kata Adriano Qalbi, "Orang yang menjilat ludah sendiri adalah orang yang mau berubah dan berkembang."

Dulu aku nggak mau menikah, takut punya anak.

Nah nyatanya sekarang aku jadi Nyonya Arief Hadinata dan Bunda Aksara Abiyarsa.

Nah kan, nah kan, nah kan, melenceng lagi.

Ya intinya investasi paling tepat di usia produktif ialah menambah pengalaman, kenalan atau relasi, dan menambah perbanyak wawasan.

Supaya saat tua memiliki bekal untuk berefleksi dan lebih bijak.

Orang tua yang bijaksana kuyakin di masa mudanya sudah merasakan seribu derita.

Sebenarnya, hidup hanya menyatukan cerita-cerita kan?

Semoga aku masih diberi kekuatan dan kesabaran untuk terus belajar, mencari pengalaman, kenalan, dan menambah wawasan.

Lifelong learning.


Semarang, 3 Januari 2023

Untukmu cinta, aku mengabdikan segenap usia

Bukan hanya untuk akhir bahagia, tapi bersama menatap asa dan mewujudkan cita-cita.


No comments:

Post a Comment

Cerita Amanda

Suka Duka Nikahin Seniman, Tak Punya Gaji Bulanan dan Diragukan Kalau Mengajukan Cicilan

Nggak pernah kepikiran bakalan menikah sama seniman, meskipun sejak jaman sekolah banyak macarin anak Seni Rupa. Hahaha… Ngomong nggak mau k...