Tuesday 30 April 2019

Pasangan Itu Pantulan Bayangan Kita di Cermin

Sebelum denganku, Bihun merajut lima tahun hubungan dengan mantan kekasihnya.
Tipe perempuan yang sesuai usianya, masih remaja dan selalu ingin seperti teman-temannya. Lumrah seumuran dia, masih mahasiswa, selalu punya rasa ingin tahu, ingin merasakan seperti kawan-kawannya.
Tipe perempuan yang manja dan selalu mengikuti ke mana pun kekasihnya pergi. Plus perempuan lugu dan penurut.
Nggak percaya?
Tanya saja teman-temanku.
Mereka tahu kok track record pacaran Bihun dengan mantannya.
Lalu setelah durasi pacaran yang lama dengan segala pembiasaannya, Bihun menjalin hubungan denganku.
Bagi Bihun, menjalin hubungan dengan wanita akan berjalan sama seperti sebelumnya.
Ia yang akan memegang kendali atau aku yang akan patuh padanya.
Nyatanya, hal tersebut tak ada dalam awal hubungan kami.
Setiap hari selalu ada adu kepala, siapa yang paling benar dan siapa yang sarannya harus diterima.
Untuk Bihun, itu tak bisa ia terima.
Selama sekian tahun, ia sukses memegang kendali, namun tiba-tiba denganku segalanya berubah.
Aku yang keras kepala, mandiri, ngeyelan, menyebalkan, dan agnostik ini harus berhadapan dengan sosok yang sangat konservatif dan tradisional.
Awalnya ingin mental saja karena ibaratkan mata rantai dan gerigi, kami tidak menemukan pola yang sama.
Namun ia merasa kami memiliki chemistry yang sama, sehingga ia mencoba agar kami bisa bersama.
Ia dulu merasa menjadi pahlawan karena wanitanya bisa dibuat berbunga-bunga.
Lalu ketika denganku, segalanya harus realistis dan sistematis.
Agak sulit membuatku bahagia sebenarnya, karena aku pun tak tahu apa yang kusuka dan tak kusuka.
Aku hanya punya pilihan jalankan atau tinggalkan.
Sebenarnya mudah sih ketika memiliki pasangan yang memiliki kesukaan, misalnya suka Kpop, warna hijau, warna ungu, suka uang, suka belanja, suka jalan-jalan.
Dibanding pada perempuan yang menuntutmu harus memiliki daya juang yang lebih keras darimu.
Yang terakhir itu sangat sulit diukur dan jelas membuat siapapun depresi kan?
Oh iya, aku memiliki ketidaksukaan sebenarnya.
Aku tak suka ketika ia mentraktirku makan sementara ia belum mempersiapkan jaminan pendapatan untuknya minggu depan.
Aku tak tertarik memintanya membayari belanjaanku sementara ia sendiri masih tak memiliki tabungan.
Aku tak suka ketika ia menghambur-hamburkan uangnya.
Aku selalu bilang ke Bihun untuk menabung dan menyisihkan pendapatannya.
Aku mendorongnya meningkatkan kualitas hidupnya dan membuat rencana-rencana jangka panjang.
Buat aja rencana terlebih dahulu, kalaupun meleset setidaknya ia sudah berusaha mengejar targetnya.
Lalu, apa hubungannya pasangan dan cermin?
Bihun mengalami fase adaptasi hingga saat ini ketika ia berhadapan denganku yang ambisius.
Bihun kerap menyamakan pemikiranku seperti mantan pacarnya yang mana sangat suka diajak jalan-jalan.
Padahal aku sering kali lebih bahagia ketika berada di rumah dan tak melakukan apapun. Bihun berpikir bahwa aku akan suka ketika diberikan apa yang kuinginkan, padahal aku lebih suka ketika kami bisa menabung sejumlah uang.
Kata Bihun, ia beruntung menikahiku karena aku tak minta ini-itu.
Namun ia pernah mengeluhkan, ketika aku tak meminta barang remeh-temeh, aku justru memberinya tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar barang.
Aku menuntutnya untuk berkomitmen dan melakukan apa yang seharusnya seorang suami dan ayah lakukan, memenuhi kebutuhan keluarganya.
Jadi, ketika kau memiliki pasangan yang hanya peduli pada hasil, tentu kau akan menemui dia yang menuntut hasil.
Ketika memiliki pasangan yang peduli pada proses, ia akan membersamaimu dalam proses.
:-)

No comments:

Post a Comment

Cerita Amanda

Suka Duka Nikahin Seniman, Tak Punya Gaji Bulanan dan Diragukan Kalau Mengajukan Cicilan

Nggak pernah kepikiran bakalan menikah sama seniman, meskipun sejak jaman sekolah banyak macarin anak Seni Rupa. Hahaha… Ngomong nggak mau k...